Skandal PPDB Jabar: Siswa Titipan Menjamur, Aktivis KPK-PANRI Sebut Ada Sindikat Terstruktur

0
Caption: Skandal PPDB Jabar: Siswa Titipan Menjamur, Aktivis KPK-PANRI Sebut Ada Sindikat Terstruktur

BANDUNG | ULASBERITA.CLICK | Dugaan praktik kecurangan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA/SMK di Jawa Barat kembali menyeruak, kali ini dengan aroma yang lebih menyengat. Aktivis dari Lembaga Koordinasi Pemberantasan Korupsi dan Penyelamat Aset Negara Republik Indonesia (KPK-PANRI), Bejo Suhendro, mengungkap adanya indikasi permainan terstruktur yang melibatkan jaringan oknum dari tingkat kecamatan hingga Dinas Pendidikan Provinsi.

“Ini bukan pelanggaran teknis semata, ini sudah masuk kategori kejahatan pendidikan yang dilakukan secara sistematis dan terorganisir,” tegas Bejo dalam pernyataan resminya, Sabtu (12/7/2025).

Menurut Bejo, modus kecurangan dilakukan dengan memanipulasi jalur zonasi agar siswa-siswa “titipan” bisa masuk ke sekolah negeri favorit. Dalam temuan awalnya, ia menyebut dua kasus mencolok: satu siswa masuk ke SMA Negeri 21 Bandung dan satu lagi ke SMA Negeri 25 Bandung, keduanya diduga tanpa memenuhi syarat domisili.

“Informasi yang saya terima sangat kredibel. Ada intervensi langsung dari oknum di kecamatan yang bekerja sama dengan operator sistem di Disdik Jabar. Siswa-siswa ini disisipkan secara ilegal,” ungkapnya.

Jalur Belakang dan Titipan Pejabat

Bejo membeberkan percakapannya dengan salah satu kepala sekolah di Bandung, di mana ia sempat meminta agar tetangganya bisa terakomodir sebagai siswa baru. Namun, sekolah menolak dengan alasan kuota hanya untuk siswa miskin yang terdaftar dalam DTKS dan berdomisili dekat sekolah.

Ironisnya, di saat yang sama, Bejo mendapati ada siswa dari Kecamatan Rancasari yang justru berhasil diterima di SMAN 25, meski secara zonasi tidak memenuhi syarat. “Kenapa siswa dari Rancasari bisa masuk, padahal saya sudah lama kenal kepala sekolahnya tapi malah tidak digubris? Ada apa ini?” kata Bejo dengan nada kecewa.

Pihak sekolah berdalih, siswa tersebut diterima melalui jalur Afirmasi Prestasi Sosial (PAPS) berdasarkan data residu pendaftar tahap awal dari Dinas Pendidikan. Sementara nama siswa yang direkomendasikan Bejo tidak muncul dalam data tahap satu.

Namun Bejo mencium adanya permainan. Ia menduga kuat bahwa siswa tersebut masuk lewat jalur ‘titipan’ dari oknum kecamatan. “Dua siswa itu jelas-jelas dimasukkan melalui jalur belakang. Yang satu ke 21, satu ke 25. Ini akan kami buka ke publik secara nasional,” ancamnya.

Sindikat Dropping Siswa?

Tak hanya itu, Bejo juga mengungkap dugaan pola dropping siswa oleh Dinas Pendidikan Provinsi ke sekolah-sekolah tertentu melalui perintah lisan kepada Kepala Cabang Dinas (KCD) di 13 wilayah Jawa Barat. Ia menyebut praktik ini sebagai bentuk intervensi birokrasi yang penuh aroma transaksional.

“Kalau benar ada uang di balik kelulusan siswa titipan, maka ini sudah masuk ranah pidana korupsi. Saya minta aparat penegak hukum segera bertindak, jangan tutup mata,” desaknya.

Ia juga menyinggung perintah dari salah satu KCD agar sekolah memastikan seluruh siswa miskin yang terdata di web PPDB masuk lewat jalur PAPS, dan jika masih ada yang datang langsung ke sekolah, agar dokumennya diajukan lewat nota dinas. Menurut Bejo, arahan ini bisa menjadi celah pembenaran untuk praktik manipulatif yang lebih luas.

Pemerataan Pendidikan yang Dikhianati

Skandal ini memperpanjang deretan kritik tajam terhadap transparansi dan integritas sistem PPDB di Jawa Barat. Jika tuduhan Bejo terbukti, bukan hanya kredibilitas Dinas Pendidikan yang tercoreng, tapi juga semangat pemerataan pendidikan yang selama ini menjadi jargon utama pemerintah.

“PPDB seharusnya menjadi simbol keadilan dan meritokrasi, bukan tempat main-main birokrat elitis dan titipan pejabat. Jangan sampai masa depan anak-anak miskin dikorbankan demi kepentingan segelintir orang,” tutup Bejo.

Penulis: Alim

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini