
Bandung – Dunia pendidikan Kabupaten Bandung kembali tercoreng. Lembaga Koordinasi Pemberantasan Korupsi dan Penyelamat Aset Negara Republik Indonesia (LKPKPAN-RI) DPD Jawa Barat membongkar praktik dugaan pungutan liar (pungli) dan penyalahgunaan kewenangan yang terjadi di SMP Negeri 1 Majalaya.
Ketua LKPKPAN-RI DPD Jawa Barat, Bejo Suhendro, mengungkapkan sedikitnya 40 guru honorer menjadi korban pemotongan gaji. Ironisnya, setelah menerima honor, para guru dipaksa mengembalikan uang dengan nominal bervariasi mulai Rp500 ribu ke atas. “Praktik ini diduga atas perintah langsung kepala sekolah. Pengembalian uang disetorkan ke bendahara sekolah,” beber Bejo, Jumat (22/8/2025).
Tak berhenti di situ, Bejo juga menemukan adanya guru honorer fiktif. Nama guru itu tercatat resmi di sekolah, gajinya tetap mengalir, bahkan sertifikasinya cair. Namun faktanya, guru tersebut tidak pernah mengajar. “Oknum ini adalah adik kandung dari salah satu Kabid SMP Dinas Pendidikan di Kabupaten Bandung. Negara jelas-jelas dirugikan, uang honor dan sertifikasi diterima tanpa kewajiban dijalankan,” tegas Bejo.
Lebih parah lagi, praktik pungli juga menyasar siswa. Untuk kegiatan seni budaya, sekitar 380 siswa dibebani biaya Rp300 ribu per orang. Selain itu, seluruh siswa dari kelas 7 hingga kelas 9 juga diwajibkan menyetor iuran harian Rp1.000 yang dikumpulkan secara rutin.
“Ini jelas sangat mencederai dunia pendidikan. Guru ditindas, siswa diperas, sementara oknum-oknum tertentu menikmati keuntungan. Kami mendesak Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung dan aparat penegak hukum untuk segera turun tangan, memeriksa, dan menindak tegas pihak-pihak yang terlibat,” tandas Bejo.
Skandal ini menambah daftar panjang rapor merah dunia pendidikan, khususnya soal integritas, transparansi, dan perlindungan hak guru honorer maupun peserta didik. Jika dibiarkan, praktik semacam ini berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan negeri.