Karawang – Gelombang keluhan warga Karawang memuncak. Proses balik nama sertifikat tanah yang seharusnya bisa rampung dalam hitungan bulan justru berubah jadi mimpi buruk. Sejumlah warga mengaku sudah menyetor uang jutaan rupiah kepada oknum perangkat desa maupun kelurahan, namun sertifikat tak kunjung selesai.
Kasus terbaru mencuat dari Kelurahan Nagasari, Kecamatan Karawang Barat, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Seorang warga mengungkapkan dirinya telah menyerahkan uang sebesar Rp8,5 juta sejak September 2024 kepada seorang pegawai kelurahan. Janji manis pengurusan balik nama sertifikat tak pernah ditepati. Setahun berlalu, sertifikat tak juga kelar, hanya alasan demi alasan.
“Untuk balik nama sertifikat sampai hari ini tak kunjung beres, banyak alasan terus. Tolong balikan uangnya,” tulis warga itu dalam aduan yang diunggah akun Instagram Karawang Kekinian, Selasa (2/9/2025).
Postingan tersebut langsung meledak di media sosial. Ratusan komentar bermunculan, sebagian besar bernada senada: mereka juga mengalami nasib serupa.
Salah satunya akun @intantripani5081 yang mengaku kehilangan Rp30 juta. “Sudah 1 tahun gak jadi-jadi. Pas diselidiki, ternyata uangnya dipakai sendiri.”
Akun lain, @resty_105, mengungkap kasus lebih parah: “Keluarga saya juga ketipu, sudah 2 tahun uang gak balik-balik, dipakai foya-foya.”
Fenomena ini menimbulkan kecurigaan publik: ada dugaan praktik “calo berseragam” yang meraup untung dari jasa pengurusan sertifikat. Padahal, secara resmi, balik nama sertifikat bisa dilakukan langsung lewat notaris atau kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Budget estimasi 20–25 juta biasanya beres via notaris dalam 6 bulan. Kalau lewat perangkat desa, ya kalau beres syukur, kalau enggak ya duit bisa hilang,” komentar akun @abangjoe25.
Kini, warga mendesak Bupati Karawang, Camat Karawang Barat, hingga Lurah Nagasari untuk segera turun tangan. Mereka menuntut pengembalian uang, sertifikat asli, dan berkas-berkas penting yang sudah terlanjur diserahkan.
Kasus ini bukan sekedar soal administrasi, tapi tentang kepercayaan publik yang dirampas. Jika dibiarkan, praktik semacam ini bisa menjadi bom waktu yang meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap aparat desa maupun pemerintah daerah.
Penulis: Alim