
Bandung – Desa Panyirapan, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, kembali diguncang isu serius. Ketua Lembaga Koordinasi Pemberantasan Korupsi dan Penyelamat Aset Negara Republik Indonesia (LKPK-PANRI) Jawa Barat, Bejo Suhendro, membeberkan hasil klarifikasinya yang justru menguak dugaan praktik menyimpang di balik pengelolaan dana desa dan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2024.
Dalam keterangannya, Bejo menyebut bahwa klarifikasi yang ia lakukan terhadap Kepala Desa (Kades) Panyirapan justru menimbulkan lebih banyak tanda tanya daripada jawaban.
“Kades bilang tidak merasa melakukan apa yang dituduhkan. Katanya, gaji para kepala dusun (kadus) sudah dibayarkan sesuai ketentuan. Tapi faktanya, Kadus II hanya menerima Rp4 juta per tahun, padahal seharusnya sekitar Rp28 juta,” ungkap Bejo, Jumat (10/10/2025).
Tak berhenti di situ, Bejo juga menyoroti kejanggalan dalam program PTSL tahun 2024. Dari total kuota 130 bidang, hanya 113 bidang yang disetujui Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kades Panyirapan disebut-sebut membantah adanya pungutan biaya tambahan di luar ketentuan. Namun, temuan lapangan justru menunjukkan sebaliknya.
“Oknum kades itu beralasan semua dibuatkan AJB (Akta Jual Beli) demi keamanan. Tapi menurut saya itu hanya akal-akalan. Dalam program PTSL, kalau pemohon cuma punya kuitansi jual beli, cukup disertai surat keterangan desa. Tidak perlu dibuatkan AJB,” tegas Bejo.
Beberapa kepala dusun bahkan mengaku bahwa warga dipungut biaya hingga Rp2–3 juta per bidang, jauh di atas ketentuan Rp150 ribu sesuai SKB Tiga Menteri. Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa oknum kades Panyirapan terlibat dalam praktik pungutan liar dan penyalahgunaan anggaran desa.
Yang lebih mencengangkan, Bejo mengungkap adanya upaya dari oknum kades untuk “menyelesaikan” masalah pemberitaan dengan cara tak pantas.
“Di akhir pembicaraan, dia minta agar pemberitaan itu di take down. Katanya akan mentransfer sesuatu sebagai kompensasi, tapi sampai detik ini tidak ada realisasinya. Saya tetap komit, tidak akan dihubungi balik pun saya biarkan. Kita beri waktu 1×48 jam,” tutur Bejo menegaskan.
Pernyataan Bejo Suhendro ini sontak memantik reaksi keras dari publik. Banyak pihak menilai, kasus di Desa Panyirapan menggambarkan potret buram pengelolaan dana desa yang rentan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dan politik.
Kini, masyarakat menanti langkah tegas aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan penyimpangan ini, sekaligus memastikan bahwa transparansi dan kejujuran kembali ditegakkan di tingkat pemerintahan desa.