Karawang – Kasus dugaan tindak kekerasan yang menimpa seorang siswa kelas VII C SMPN 5 Karawang kini mendapat sorotan tajam dari kalangan praktisi hukum. Putra Agustian, S.H., C.L.A., selaku Auditor Hukum, menilai persoalan ini tidak boleh dianggap remeh karena menyangkut perlindungan anak di lingkungan pendidikan.
Menurutnya, sekolah adalah ruang aman bagi anak untuk belajar, bukan tempat yang justru menimbulkan trauma. “Jika benar terjadi kekerasan fisik yang dilakukan tenaga pendidik, ini merupakan pelanggaran serius. Bukan hanya persoalan etika, tapi juga menyentuh aspek hukum perlindungan anak,” tegas Putra Agustian, Selasa (23/9/2025).
Ia menambahkan, pihak terkait, dalam hal ini Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Karawang, harus turun tangan melakukan investigasi secara objektif dan transparan. “Jangan sampai kasus ini hanya berhenti di meja klarifikasi tanpa kejelasan. Anak didik yang menjadi korban harus dilindungi, dan bila terbukti ada pelanggaran, sanksi tegas perlu diberikan,” lanjutnya.
Putra juga mengingatkan bahwa setiap bentuk kekerasan di sekolah dapat berdampak panjang bagi psikologis siswa. “Trauma masa kecil bisa terbawa hingga dewasa, dan itu sangat merugikan. Oleh karena itu, proses hukum maupun etika harus berjalan beriringan,” katanya.
Kasus ini berawal dari laporan orang tua siswa bernama Nasihan Fahmi, yang mengaku anaknya mengalami trauma dan enggan masuk sekolah setelah diduga dijambak oleh guru bernama Adim saat kegiatan senam. Rapat klarifikasi yang digelar di ruang Kepala SMPN 5 Karawang pada Senin (22/9/2025) justru menuai kritik karena dinilai melenceng dari substansi persoalan.
Sorotan publik kini semakin tajam tertuju pada bagaimana Dinas Pendidikan dan pihak sekolah menindaklanjuti kasus ini. Apakah akan ada langkah tegas demi melindungi peserta didik, atau justru kasus ini akan tenggelam di balik birokrasi.
Penulis: Alim