Karawang – Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Lemahkarya, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang, tengah menjadi sorotan publik. Lembaga yang semestinya berperan sebagai penggerak ekonomi desa itu justru diduga hanya berfungsi sebagai “tameng” kepala desa. Alih-alih produktif, keberadaannya disebut-sebut bak “hidup segan, mati tak mau.”
Polemik ini mencuat setelah terkuak dugaan kejanggalan dalam pengelolaan dana program ketahanan pangan senilai Rp120 juta. Dana yang dikucurkan pemerintah tersebut diduga hanya sekedar “numpang lewat” di rekening BUMDes, sebelum akhirnya ditarik kembali oleh kepala desa.
“Sebagai ketua BUMDes, saya mungkin hanya dijadikan tameng atau sekedar tanda tangan saja, tanpa memiliki kewenangan penuh atas realisasi anggaran tersebut,” ungkap Yono, Ketua BUMDes Lemahkarya, Senin (1/9/2025).
Informasi yang beredar di masyarakat menyebutkan dana ratusan juta itu dialokasikan untuk kontrak lahan sawah seluas lima hektare. Namun, hingga kini warga tidak melihat adanya hasil nyata dari pengelolaan lahan tersebut.
“Kalau memang benar dipakai untuk kontrak sawah, mana buktinya? Sampai hari ini tidak jelas. BUMDes ini terlihat hanya lemah syahwat, hidup segan mati pun tak mau,” tegas seorang warga yang aktif mengawal penggunaan dana desa.
Masyarakat kemudian menuntut transparansi penuh dari pemerintah desa. Mereka khawatir dana Rp120 juta tersebut hanya tercatat di atas kertas, tanpa memberikan manfaat apa pun bagi warga.
“Kami mendorong agar desa benar-benar membuka secara transparan penggunaan dana BUMDes ini. Jangan sampai uang rakyat hanya dijadikan bancakan tanpa pertanggungjawaban,” ujar seorang penggiat masyarakat setempat.
Kasus ini semakin menambah panjang daftar polemik pengelolaan dana desa di Karawang. Publik kini menanti, apakah aparat berwenang akan berani turun tangan mengusut dugaan penyalahgunaan dana ketahanan pangan di Lemahkarya, atau justru membiarkannya menguap begitu saja.
Penulis: Alim