Harapan di Ambang Roboh: Tangisan Sunyi dari Rumah Reyot di Batujaya

0
Caption: Harapan di Ambang Roboh: Tangisan Sunyi dari Rumah Reyot di Batujaya

KARAWANG | ULASBERITA.CLICK | Di tengah gegap gempita pembangunan, deru alat berat, dan lantang janji-janji kesejahteraan, berdiri sebuah rumah reot di sudut sunyi RT 08/RW 04, Dusun Mekar Kembang, Desa Baturaden, Kecamatan Batujaya, Kabupaten Karawang. Rumah itu tidak sekadar usang, ia adalah saksi bisu dari perjuangan yang tak pernah reda.

Di balik dinding kayu lapuk dan atap bocor yang nyaris runtuh, tinggal enam jiwa yang menggantungkan harapan pada sosok sederhana bernama Anip. Seorang buruh tani serabutan, lelaki renta yang setiap harinya menapaki pematang sawah demi sesuap nasi untuk anak, menantu, dan cucu-cucunya. Anip bukan pahlawan dalam cerita buku, tapi setiap tetes keringatnya adalah nyanyian sunyi tentang cinta dan tanggung jawab.

Pekerjaannya tidak pasti. Kadang dapat upah, seringkali pulang dengan tangan kosong. Untuk sekadar makan, mereka harus berhemat sekuat tenaga. Apalagi untuk memperbaiki rumah yang nyaris ambruk, sebuah kemewahan yang terasa mustahil. Di dalam rumah itu, tidak ada ruang tamu. Lantainya hanya tanah lembap, dingin, ditutupi karpet lusuh yang tak lagi empuk. Dindingnya bolong, tiang penyangganya bengkok menahan usia, dan setiap hujan adalah ancaman nyata.

Pernah, seberkas cahaya sempat menyelinap. Nama Anip masuk dalam daftar penerima program RUTILAHU yang mereka kenal dengan istilah Aladin. Namun harapan itu sirna begitu saja, ketika ia diberitahu bahwa bantuan hanya bisa dicairkan jika ada dana swadaya Rp10 juta. Jumlah yang tak hanya besar, tapi nyaris mustahil, bahkan untuk sekadar dibayangkan.

Sejak itu, Anip hanya bisa menatap rumahnya yang hari demi hari kian miring, kian rapuh. Doanya lirih, wajahnya tabah, meski isi hatinya retak. Pernah pemerintah desa datang, memotret rumahnya, meminta data KTP dan KK. Tapi seperti daun gugur yang hanyut oleh angin, kabar itu tak pernah kembali.

Waktu terus berjalan, usia bertambah, tapi bantuan tak kunjung datang. Harapan menjadi barang mahal, namun Anip tak pernah berhenti percaya bahwa di balik kebisuan birokrasi, masih ada hati yang peduli.

Ini bukan sekadar rumah rusak, ini tentang nyawa. Tentang anak-anak kecil yang setiap malam tidur dalam ketakutan, tentang cucu-cucu yang belajar hidup dalam gelap. Dan tentang seorang kakek yang masih percaya bahwa pemerintah tidak akan sepenuhnya menutup mata.

Semoga, kali ini, suara dari rumah reyot ini terdengar. Bukan untuk dikasihani, tapi untuk dipenuhi haknya. Tempat tinggal yang layak, sebagaimana dijanjikan oleh undang-undang dan kemanusiaan. Karena jika rumah itu roboh, maka yang runtuh bukan hanya kayu dan genting, tapi juga harapan.

Penulis: Alim

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini