
Karawang – Dunia pers kembali tercoreng. Seorang jurnalis dikeroyok saat menjalankan tugas sosial kontrol di sebuah warung yang diduga kuat menjadi tempat peredaran obat-obatan terlarang jenis Tramadol dan Eximer. Insiden ini langsung menuai kecaman keras dari Ketua Aliansi Wartawan Indonesia Bangkit Bersama (AWIBB) DPD Jawa Barat, Raja Simatupang.
Menurut Raja, serangan terhadap jurnalis bukan sekedar tindak kriminal, melainkan serangan langsung terhadap fondasi demokrasi.
“Tindakan kekerasan terhadap pers adalah pembunuhan terhadap demokrasi, sebab pers merupakan pilar keempat demokrasi di NKRI. Laporkan ke kepolisian setiap tindakan yang menghalangi kebebasan pers, dan kawal kasusnya sampai tuntas. Tidak ada istilah restorative justice jika sudah menyangkut kekerasan terhadap pers, karena kami bekerja dilindungi oleh Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999,” tegasnya, Minggu (14/9/2025).
Raja menolak keras segala bentuk kompromi. Ia menegaskan, setiap aksi kekerasan terhadap wartawan wajib diproses hukum secara transparan dan tuntas.
“Pembiaran hanya akan membuka peluang kasus serupa terus berulang,” katanya.
Selain itu, Raja juga menekankan pentingnya jurnalis untuk bernaung dalam organisasi profesi, agar memiliki perlindungan hukum serta dukungan moral ketika menghadapi ancaman di lapangan.
“Harusnya dilaporkan, Kang. Itu sebabnya bergabung dalam organisasi profesi wartawan itu penting,” ujarnya.
Pernyataan keras ini menjadi tamparan bagi aparat penegak hukum yang hingga kini masih bungkam. Publik menanti langkah nyata kepolisian, sebab kasus pengeroyokan ini bukan hanya menyangkut kekerasan terhadap jurnalis, tetapi juga menyeret dugaan bisnis gelap peredaran obat-obatan terlarang yang merusak generasi muda Karawang.
Jika aparat kembali bergerak lamban, stigma hukum yang tajam ke bawah, tumpul ke atas akan semakin sulit terbantahkan.
Penulis: Alim