
Karawang – Polemik baru mencuat dari dunia pemerintahan desa. Kepala Desa Pasirawi, Kecamatan Rawamerta, Kabupaten Karawang, Ahmad Sobari, dengan tegas menyoroti kebijakan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) yang mewajibkan alokasi 30 persen dana desa untuk Koperasi Merah Putih.
Menurut Sobari, aturan itu bukan sekedar beban tambahan, melainkan ancaman serius terhadap jalannya program prioritas desa yang sudah tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
“Pagu sudah ada porsinya, 40 persen untuk pembangunan, 30 persen operasional, lalu BLT, pendidikan, dan kesehatan juga ada. Kalau sekarang dipotong 30 persen, otomatis program yang sudah direncanakan jadi berkurang,” tegas Sobari, Selasa (2/9/2025).
Ia menjelaskan, dana desa selama ini benar-benar diarahkan untuk kebutuhan dasar warga, mulai dari sanitasi, MCK, bantuan pendidikan, hingga posyandu. Bahkan untuk mendukung tumbuh kembang anak, pemerintah desa rutin menggelar program Pemberian Makanan Tambahan (PMT).
Namun, jika aturan baru dipaksakan, alokasi anggaran bakal terpangkas habis. Dari Rp1 miliar dana desa, hanya tersisa Rp700 juta yang bisa digerakkan.
“Padahal PR di desa ini masih banyak. Rencana pengadaan mobil ambulans desa untuk darurat saja bisa gagal total. Jangankan program tambahan, pembangunan dasar pun bisa tersendat,” ungkapnya.
Sobari mengakui, pemerintah desa tak punya pilihan selain mengikuti instruksi pusat, meski konsekuensinya berat.
“Dana desa saja sebenarnya tidak cukup untuk membangun desa. Kalau dipotong lagi, jelas akan berdampak. Tapi mau bagaimana lagi, kalau pemerintah pusat sudah memutuskan, ya harus dijalankan. Artinya saya harus kerja lebih keras mencari dukungan dari dinas atau pihak lain,” pungkasnya.
Kebijakan Kemendes ini pun menuai tanda tanya besar: apakah desa benar-benar diberi ruang untuk mengatur kebutuhannya, atau justru hanya menjadi eksekutor kebijakan pusat yang kerap menabrak realita di lapangan?
Penulis: Alim