
Karawang – Ironi mencolok kembali menyeruak dari jantung salah satu pusat industri terbesar di Asia Tenggara. Kabupaten Karawang, yang dipenuhi pabrik-pabrik raksasa berteknologi tinggi, justru masih bergulat dengan angka pengangguran yang mengkhawatirkan. Fenomena ini menjadi sorotan tajam dalam Diskusi Ketenagakerjaan bertajuk “Paradoks Industri dan Pengangguran” di RM Lebak Sari Indah, Jumat (15/8/2025).
Acara yang digagas oleh berbagai elemen masyarakat ini mempertemukan tokoh publik, praktisi, akademisi, serikat pekerja, pengusaha, mahasiswa, Karang Taruna, hingga perwakilan paguyuban. Hadir pula Ketua DPRD Karawang, Ketua Umum LSM BARAK Indonesia, dan LBH Arya Mandalika.
Ketua panitia, Mr. KiM, mengungkapkan kekecewaan mendalam atas realitas ini. “Industri berdiri megah di Karawang, tapi banyak putra-putri Karawang yang tetap menganggur di tanah kelahirannya,” tegasnya.
Perda Ada, Peluang Hilang
Kritik tajam diarahkan pada mandulnya implementasi Perda Nomor 1 Tahun 2011 yang seharusnya mengamankan minimal 60% porsi pekerjaan di kawasan industri bagi warga lokal. Aturan ini, menurut peserta diskusi, macet di lapangan akibat tarik menarik kepentingan politik.
“Bupati, DPRD, dan masyarakat tidak berjalan seiring. Akibatnya, perda tinggal tulisan di kertas,” ungkap seorang narasumber yang terlibat langsung dalam penyusunan regulasi.
Stigma dan Kegagalan Vokasi
Praktisi HRD berpengalaman 15 tahun mengungkap adanya stigma bahwa tenaga kerja lokal kurang kompeten. Penyebabnya, Karawang belum sukses bertransformasi dari daerah agraris menjadi pusat tenaga industri terampil.
“Kalau mau siapkan 150 ribu lulusan siap kerja tiap tahun, perbanyak SMK, bukan SMA,” ujarnya, mencontohkan sistem vokasi ala Jerman dan Jepang.
Ketua Umum LSM Barak Indonesia, Sutedjo, menawarkan solusi praktis: membentuk “sekolah pekerjaan” atau pelatihan singkat bersertifikat tiga bulan. “Kalau punya sertifikat keterampilan, industri tak akan ragu menerima mereka,” katanya.
Krisis Tenaga Produktif
Sejumlah pembicara menyebut Karawang kekurangan tenaga produktif, pekerja yang menguasai seluruh rantai produksi, bukan sekadar operator. Minimnya pelatihan teknis membuat banyak lulusan hanya siap di meja administrasi, bukan di lini produksi.
Keamanan Jadi Isu Panas
Tak hanya soal SDM, keamanan kawasan industri juga dibedah. Seorang pengusaha mengungkap maraknya pencurian di pabrik yang menggerus produktivitas. Ia menyerukan pembentukan tim keamanan khusus yang melibatkan pemerintah dan intelijen.
“Bangun pabrik setinggi langit pun percuma kalau SDM dan keamanan diabaikan,” ujarnya.
Seruan Bersatu
Diskusi ditutup dengan satu seruan lantang: hentikan ironi ini. Semua pihak, pemerintah, pengusaha, lembaga pendidikan, dan masyarakat harus bersekutu memastikan warga Karawang tak lagi jadi penonton di rumah sendiri.