
KARAWANG | ULASBERITA.CLICK | Jabatan kepala sekolah kini bukan sekadar posisi administratif, melainkan telah menjelma sebagai “penguasa tunggal” di lingkungan sekolah, dari jenjang SD hingga SLTA. Hal ini ditegaskan oleh aktivis pendidikan MR. KiM yang menilai bahwa semua arah kebijakan dan keputusan strategis sekolah sepenuhnya bergantung pada kepala sekolah.
“Gaji pokok, tunjangan jabatan, hingga wewenang mengelola anggaran dan dana hibah pemerintah semua ada di tangan kepala sekolah,” ungkap MR. KiM dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (18/7). “Mereka punya kekuasaan penuh yang minim kontrol.”
Namun di balik besarnya otoritas dan fasilitas itu, muncul persoalan serius: praktik pungutan liar (pungli) dan eksploitasi terhadap siswa dengan dalih program sekolah. MR. KiM menuding banyak sekolah memanfaatkan jabatan untuk meraup keuntungan pribadi maupun kelompok.
“Anak-anak dijadikan objek eksploitasi atas nama program demi kebaikan mereka sendiri. Ini manipulatif dan membahayakan dunia pendidikan,” ujarnya tajam.
Lebih lanjut, ia menyingkap sisi gelap lain dari dunia pendidikan: politisasi jabatan guru. Menurutnya, menjelang pemilu, jabatan guru kerap dijadikan komoditas politik oleh calon kepala daerah untuk mendulang suara.
“Politisi mana pun akan tumbang jika bikin kebijakan yang menyulitkan guru. Lihat saja sejarah,” tegasnya, sambil menyinggung kebijakan era Bupati Karawang Dadang S. Muchtar (Dasim) yang melarang penjualan buku LKS di sekolah, kebijakan yang dinilainya berkontribusi pada kekalahan Dasim melawan Ade Swara dalam Pilkada.
Pernyataan MR. KiM ini mempertegas bahwa dunia pendidikan bukan hanya butuh birokrasi yang kuat, tetapi juga sistem pengawasan yang ketat. Tanpa itu, sekolah justru berisiko menjadi ladang pungli, alat politik, dan tempat subur bagi penyimpangan yang menjauh dari semangat mencerdaskan kehidupan bangsa.
Penulis: Alim