
KARAWANG | ULASBERITA.CLICK | PT Pindo deli dijatuhi sanksi administratif berupa denda sebesar Rp3,5 miliar setelah terbukti mencemari lingkungan hingga menyebabkan air Sungai Citarum berubah warna menjadi biru. Kejadian ini bukan hanya merusak ekosistem sungai strategis nasional, tetapi juga kembali membuka luka lama tentang lemahnya pengawasan terhadap industri di kawasan hulu Citarum.
Dalam pernyataannya, pemerhati lingkungan vokal, Mr. KiM, menyoroti urgensi pengawalan publik terhadap proses pembayaran denda tersebut. Ia mengungkapkan bahwa dana denda telah diarahkan ke kas negara melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Barat, dan dicatat sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“Kita harus kawal bersama. Pastikan uang Rp3,5 miliar itu benar-benar disetorkan, jangan sampai mampir dulu ke tempat karaoke,” sindir Mr. KiM tajam, Minggu (13/7), merujuk pada potensi penyimpangan dalam jalur penyaluran dana sanksi.
Meski keputusan denda telah dijatuhkan, hingga kini belum ada laporan resmi dari DLH Jabar maupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengenai status pembayaran, pengawasan remediasi, ataupun langkah tegas lanjutan terhadap pihak industri.
Padahal, Sungai Citarum selama ini menjadi simbol komitmen pemerintah dalam program revitalisasi lingkungan nasional. Pencemaran ini menjadi pukulan keras terhadap integritas program tersebut, yang dicanangkan langsung oleh pemerintah pusat sejak beberapa tahun terakhir.
Masyarakat dan aktivis lingkungan menuntut agar sanksi tidak berhenti pada angka denda, melainkan juga diikuti dengan:
Pemulihan menyeluruh terhadap kerusakan lingkungan yang ditimbulkan,
Audit menyeluruh terhadap operasional limbah PT Pindodeli, dan
Pengetatan pengawasan terhadap seluruh industri di sepanjang hulu Citarum.
“Jika Sungai Citarum saja masih bisa dicemari secara terang-terangan, lantas di mana letak pengawasan kita?” cetus Mr. KiM.
Kasus ini menjadi ujian nyata bagi komitmen pemerintah daerah maupun pusat dalam menegakkan hukum lingkungan hidup, sekaligus membuka pertanyaan besar: Apakah sanksi administratif cukup untuk menghentikan kerusakan ekologis yang terus berulang?
Penulis: Alim