Karawang – Polemik penerbitan duplikat buku nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) Pangkalan, Kabupaten Karawang, akhirnya mendapat tanggapan resmi. Kepala KUA Pangkalan, Sobari, secara terbuka menjelaskan prosedur penerbitan, alasan permohonan, hingga sanksi internal yang sudah dijatuhkan kepada staf terkait.
Sobari menegaskan seluruh layanan di KUA memiliki SOP jelas, mulai dari penerimaan berkas, pemeriksaan dokumen, pengumuman kehendak nikah, hingga penyerahan buku nikah kepada pasangan. Ia membantah adanya pungutan liar, kecuali biaya resmi nikah di luar kantor yang wajib disetorkan langsung ke bank.
Namun, pengakuan mengejutkan muncul dari pihaknya sendiri. Sobari mengakui adanya pemberian uang tip sebesar Rp100 ribu dari seorang pemohon bernama Devi kepada staf KUA. “Pemberian itu sudah kami tegur dan uangnya dikembalikan. Sanksi juga sudah dijatuhkan berupa SP1 dan SP2 kepada pegawai,” tegasnya, Sabtu (30/8/2025).
Penerbitan duplikat buku nikah itu, lanjut Sobari, dilakukan karena Devi mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama Karawang dengan alasan serius: suami berselingkuh dan menikah lagi tanpa izin poligami, pernah melakukan KDRT, hingga mengancam pembunuhan. Buku nikah asli diketahui berada dalam penguasaan sang suami, sehingga pihak KUA menerbitkan duplikat.
“Dokumentasi penerbitan duplikat sudah kami kirim ke PA Karawang, sekaligus pemberitahuan pencabutan dan pembatalan, karena buku nikah asli ternyata masih ada pada suami,” jelasnya.
Sobari menegaskan bahwa duplikat yang diterbitkan tetap sah secara hukum, karena datanya sesuai dengan aslinya, teregistrasi di KUA, dan tercatat melalui aplikasi SIMKAH.
Di sisi lain, ia menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat atas kekurangan pelayanan yang terjadi. Sobari berjanji KUA Pangkalan akan terus memperbaiki diri, termasuk mempercepat layanan pencatatan nikah. “Kini, pasangan bisa langsung menerima buku nikah usai akad. Pendaftaran pun bisa dilakukan online, meski berkas fisik tetap harus dikirim ke KUA asal,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa pihaknya sudah melakukan koordinasi lintas sektor, mulai dari Polsek setempat, Puskesmas, hingga Pengadilan Agama, guna memastikan pelayanan berjalan transparan.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik, karena menyingkap persoalan klasik di tubuh lembaga pencatat nikah: transparansi, integritas, dan potensi pungli. Meski KUA Pangkalan mengklaim telah menindak tegas, publik menuntut adanya pengawasan lebih ketat untuk mencegah praktik serupa di kemudian hari.
Penulis: Alim