KARAWANG | ULASBERITA.CLICK | Proyek pelebaran jalan di Dusun Cilempuk RT 007/RW 003, Desa Purwamekar, Kecamatan Rawamerta, kembali menjadi sorotan tajam publik. Dengan nilai fantastis sebesar Rp189.237.000 yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Karawang Tahun Anggaran 2025, proyek ini justru menampakkan wajah buram pembangunan infrastruktur: asal jadi, sarat dugaan pelanggaran teknis, dan mengkhianati kepercayaan publik.
Dikerjakan oleh CV. Areta Jaya Mandiri dan dijadwalkan selesai dalam 60 hari sejak 28 Mei 2025, proyek ini seharusnya menjadi representasi kemajuan infrastruktur lokal. Namun realita di lapangan justru membuka tabir bobroknya kualitas pelaksanaan.
Sabtu (12/7/2025), pantauan langsung tim media menemukan indikasi kuat bahwa pekerjaan ini tidak hanya jauh dari standar teknis, tapi juga mengabaikan prinsip dasar konstruksi. Tidak ditemukan pengerasan dasar jalan sebelum pengecoran, dan penggunaan besi angkur komponen vital dalam struktur beton terlihat sangat minim, jika tidak bisa dibilang nyaris absen.
Permukaan jalan tampak tidak rata, berlubang kecil, dan rawan licin. Lokasi yang berdekatan langsung dengan saluran air memperbesar potensi kecelakaan lalu lintas, terutama di malam hari atau saat musim hujan.
Caption: Kondisi Proyek Jalan di Purwamekar
PUPR Karawang Disorot: Pengawasan Lemah, Rakyat Dirugikan
Sorotan tajam kini mengarah ke Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Karawang. Lemahnya pengawasan teknis dianggap menjadi biang kerok amburadulnya mutu proyek. Padahal, dengan anggaran hampir Rp200 juta dari uang rakyat, sudah seharusnya pekerjaan diawasi secara ketat dan profesional.
“Kalau tidak diawasi dengan ketat, pekerjaan bisa seenaknya. Ini anggaran besar dari uang rakyat, tapi hasilnya merugikan rakyat juga. Harus ada tindakan tegas,” ujar JM, warga setempat.
Desakan Pembongkaran dan Sanksi Tegas Menggema
Masyarakat menuntut agar Dinas PUPR segera turun ke lokasi untuk melakukan evaluasi total. Bila terbukti ada pelanggaran spesifikasi teknis dan administratif, masyarakat mendesak agar kontraktor dikenai sanksi keras, bahkan jika perlu dilakukan pembongkaran dan pembangunan ulang.
“Jangan cuma datang pas peresmian. Turun ke lapangan, periksa kualitasnya! Kalau ditemukan kesalahan, bongkar dan ganti kontraktornya,” tegas warga lain yang geram dengan kondisi proyek.
Pembangunan atau Bancakan Anggaran?
Ironis, proyek yang seharusnya membangun justru memicu kecurigaan publik: untuk siapa proyek ini sebenarnya dikerjakan? Jika pembangunan hanya menjadi alat untuk menghabiskan anggaran tanpa tanggung jawab mutu, maka tak salah jika masyarakat mulai menyebutnya sebagai ladang bancakan anggaran.
Transparansi dan akuntabilitas bukan sekadar jargon. Tanpa komitmen pengawasan dan penindakan tegas, publik berhak curiga bahwa proyek-proyek semacam ini hanya menjadi simbol kemunduran tata kelola pembangunan di Kabupaten Karawang.
Penulis: Alim