
Karawang – Proyek rekonstruksi Jalan Lamaran–Pasirkaliki, Kabupaten Karawang, yang menelan anggaran Rp950 juta dari APBD, menuai sorotan tajam. Ironis, jalan yang baru beberapa hari selesai dibangun sudah retak-retak dan terkelupas di sejumlah titik.
Pengawas Dinas PUPR Karawang, Abdul Rohim, mengakui adanya kerusakan pada proyek tersebut. Namun ia berdalih kerusakan hanya terjadi pada sebagian kecil ruas jalan.
“Memang ada beberapa meter yang hasilnya jelek. Dari total 268 meter, ada sekitar 10 meter yang gagal,” kata Rohim, Minggu (17/8/2025).
Rohim menepis anggapan kerusakan akibat kualitas beton. Ia menuding kendaraan warga yang sudah lebih dulu melintas sebelum beton cukup umur sebagai penyebab utama.
“Beton itu baru sehari, tapi sudah dilewati mobil dan motor. Penghalang jalan selalu dibuka warga, padahal belum waktunya. Akhirnya permukaan jalan rusak,” jelasnya.
Ia menambahkan, hilangnya papan proyek dan rambu pengaman membuat jalur mudah ditembus kendaraan. “Pinggiran beton ada yang terkelupas karena bekas tampolan batu saat masih basah. Jadi kelihatannya seperti retakan,” imbuhnya.
Meski begitu, Rohim menegaskan kontraktor wajib memperbaiki kerusakan karena proyek belum dicairkan. “Besok rencananya akan diperbaiki. Pekerjaan ini belum dicairkan, jadi kontraktor wajib memperbaikinya,” tegasnya.
Namun pernyataan itu dimentahkan oleh Ketua LSM GMBI KSM Rawamerta, Jajat Sudrajat atau Oblang. Ia menyebut kerusakan lebih disebabkan mutu beton yang buruk, bukan semata kelalaian warga.
“Kalau jalan baru satu-dua hari dilewati motor dan mobil, seharusnya kalau rusak ya rusak semua, bukan hanya di tengah. Itu retak-retak, bukan bekas ban. Menurut saya dan warga, jelas kualitas betonnya yang jelek,” ujarnya.
Oblang menilai logika kerusakan versi PUPR tidak masuk akal. “Kalau memang masih basah, harusnya rusaknya merata. Tapi ini hanya di tengah saja. Jadi menurut saya, kerusakannya bukan karena kendaraan, tapi dari kualitas pekerjaan yang asal-asalan,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dusun Pasirkaliki, Doyok, mengungkapkan bahwa jalan sebenarnya sempat ditutup setelah pengecoran.
“Eta teh opat poe sa-nggeus pangacoran teu dibuka-buka. Jalan na ditutup opat poe leuwih,” ujarnya dalam bahasa Sunda, yang berarti jalan ditutup selama empat hari lebih setelah pengecoran.
Kini publik menanti keseriusan kontraktor dan Pemkab Karawang dalam menindaklanjuti kasus ini. Proyek hampir Rp1 miliar yang rusak hanya dalam hitungan hari bukan hanya mengecewakan masyarakat, tapi juga menimbulkan dugaan kuat adanya pengerjaan asal-asalan serta lemahnya pengawasan pemerintah.