
KARAWANG | ULASBERITA.CLICK | Proyek penggantian jembatan di Dusun Jayasari, Desa Malangsari, Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang, tengah menjadi sorotan. Dengan anggaran mencapai Rp189.189.000, proyek yang hanya membangun jembatan selebar 3 meter dan sepanjang 7 meter ini menuai pertanyaan dari publik terkait efisiensi dan transparansi penggunaan anggaran.
Proyek yang dikerjakan oleh CV. Multi Artha Cemerlang ini diluncurkan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Karawang melalui skema Pendapatan Daerah Alokasi (PDA) Tahun 2025. Kontrak pekerjaan bernomor 027.2/06.2……/10.2.01.0031.6.6/KPA/PUPR/2025 menetapkan masa pelaksanaan selama 60 hari, mulai 28 Mei hingga 26 Juli 2025.
Namun, alih-alih mendapat pujian, proyek ini justru mengundang kecurigaan. Pasalnya, skala proyek yang tergolong kecil dinilai tidak sebanding dengan nilai anggaran yang digelontorkan.
“Kalau dihitung kasar, itu artinya sekitar Rp9 juta per meter. Untuk jembatan kecil di desa? Publik berhak tahu rinciannya,” ujar seorang pengamat infrastruktur lokal yang enggan disebutkan namanya.
Selain nilai anggaran, rekam jejak penyedia jasa juga dipertanyakan. CV. Multi Artha Cemerlang belum banyak dikenal publik dan tidak tersedia informasi terbuka mengenai pengalaman perusahaan dalam menangani proyek serupa.

Kekhawatiran muncul bahwa proyek ini hanya formalitas belaka, sekadar menyerap anggaran tanpa pengawasan ketat sebuah pola yang kerap terjadi pada proyek-proyek infrastruktur skala kecil di daerah.
Padahal, jembatan ini merupakan infrastruktur vital bagi warga Jayasari. Jembatan lama sudah rusak parah, rawan longsor, dan sangat membahayakan, terutama saat musim hujan tiba.
“Kami senang jembatan ini akhirnya dibangun. Tapi jangan cuma asal jadi. Kalau ambruk lagi, kami yang sengsara,” ujar seorang warga setempat saat ditemui, Kamis (10/7/2025).
Sejumlah pihak kini mendorong adanya pengawasan lebih ketat terhadap pelaksanaan proyek tersebut. Lembaga pengawas, DPRD, dan masyarakat sipil didesak untuk tidak tinggal diam. Publik menuntut proyek ini bukan sekadar simbol serapan anggaran, melainkan benar-benar membawa manfaat bagi masyarakat.
Beberapa pertanyaan krusial yang hingga kini belum dijawab:
1. Apakah anggaran Rp189 juta sesuai dengan standar biaya konstruksi jembatan desa?
2. Apa saja rincian item pekerjaan dalam proyek ini?
3. Siapa yang bertanggung jawab atas pengawasan mutu di lapangan?
4. Apakah ada keterlibatan masyarakat atau pihak independen dalam pengawasan proyek?
Sorotan kini tertuju pada Dinas PUPR Karawang. Publik menanti sikap tegas dan transparan, agar proyek ini tidak menjadi catatan buruk baru dalam deretan pembangunan desa yang gagal fungsi.
“Jangan ulangi pola lama: proyek dibangun, foto-foto, lalu dibiarkan rusak tanpa tanggung jawab,” tegas seorang aktivis lokal dari Karawang.
Pemerintah Kabupaten Karawang kini dihadapkan pada ujian serius: menjawab keresahan publik dengan keterbukaan dan kualitas nyata, atau membiarkan proyek ini menjadi simbol lemahnya tata kelola pembangunan daerah.
Penulis: Alim

