
GARUT | ULASBERITA.CLCIK | Insiden maut yang merenggut tiga nyawa di Alun-alun Garut dalam acara syukuran pernikahan anak Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memicu gelombang kritik keras dari berbagai elemen masyarakat. Salah satu suara lantang datang dari Bejo Suhendro, aktivis senior Lembaga Koordinasi Pemberantasan Korupsi dan Penyelamat Aset Negara Republik Indonesia (LKPK-PANRI) Jawa Barat.
Bejo tidak memandang tragedi ini sebagai kecelakaan biasa. Ia justru menuding adanya kelalaian fatal dalam pelaksanaan acara yang bersifat seremonial mewah tersebut. Lebih dari itu, ia menyebut insiden tersebut sebagai bentuk “teguran keras dari Allah SWT” kepada Dedi Mulyadi yang selama ini dinilai sering membuat pernyataan dan kebijakan yang bertolak belakang dengan nilai-nilai kontrol sosial dan kepentingan rakyat.
“Kejadian ini bukan kebetulan. Ini tamparan keras bagi seorang pemimpin yang kerap merasa paling benar, dan lupa bahwa kekuasaan datang dari rakyat kecil yang kini justru sering diabaikan,” tegas Bejo dalam keterangannya, Minggu (20/7/2025).
Ia menilai gaya kepemimpinan Gubernur Dedi cenderung elitis dan tertutup, tidak membuka ruang partisipasi publik dalam pengawasan pemerintahan. Bejo memperingatkan bahwa kepemimpinan yang menutup diri dari kritik hanya akan menciptakan jarak dengan rakyat dan memperbesar potensi konflik sosial.
“Jangan bersikap seolah gubernur itu dewa. Di Jawa Barat ada lebih dari 50 juta jiwa. Mereka bukan penonton, mereka pemilik suara. Jangan semua fungsi pemerintahan dimonopoli, seolah tanpa kritik semuanya jadi benar,” cetusnya.
Tragedi yang terjadi di tengah kemeriahan syukuran justru menjadi simbol ironi. Menurut Bejo, peristiwa itu mencerminkan bagaimana arogansi kekuasaan dan kemewahan pesta bisa mengorbankan keselamatan rakyat.
“Tiga nyawa melayang hanya demi acara pribadi yang dibungkus simbol-simbol kekuasaan. Ini bukan lagi soal kecelakaan, ini peringatan keras dari langit. Saat pemimpin terlalu sibuk menumpuk citra, rakyat jadi korban,” tambahnya.
Ia pun menyerukan agar Gubernur Dedi Mulyadi segera mengevaluasi total cara kepemimpinannya, dan membuka kembali ruang kontrol publik yang selama ini dinilai disumbat. Keterbukaan, kata Bejo, adalah fondasi utama pemerintahan yang sehat.
“Kalau tidak ada rakyat kecil yang dukung dari bawah, Dedi Mulyadi tidak akan pernah duduk di kursi gubernur. Jadi, jangan abaikan mereka hanya karena sekarang sedang berada di atas,” tutup Bejo.
Hingga berita ini diturunkan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat belum memberikan pernyataan resmi menanggapi kritik tajam tersebut.
Penulis: Alim