Sumba Barat Daya | ULASBERITA.CLICK | Tragedi penikaman yang mengguncang Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) memicu gelombang keprihatinan dan kritik keras dari berbagai pihak. Peristiwa ini kini tidak lagi dipandang sebagai tindakan kriminal semata, melainkan sebagai simbol dari kegagalan sistemik yang telah lama dibiarkan tanpa perbaikan.
Salah satu suara paling lantang datang dari Imanuel Karango, S. Pd, pemuda asal Kodi yang dikenal aktif dalam isu sosial dan pendidikan. Ia menilai tragedi ini sebagai bukti nyata pembusukan sistem yang tidak lagi mampu melindungi hak-hak dasar rakyat.
“Ini bukan sekadar kasus kriminal. Ini cermin kegagalan sistem yang dibiarkan membusuk. DPRD jangan hanya hadir saat sidang paripurna, tapi menghilang ketika rakyat terluka,” tegas Imanuel, Kamis (19/6).
Imanuel menyoroti keterlambatan pembayaran gaji tenaga honorer dan operator sekolah selama enam bulan sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap hak hidup. Ia menekankan perlunya evaluasi total oleh DPRD SBD, bukan sekadar kecaman lisan dari para pemimpin daerah.
“Keterlambatan gaji enam bulan itu bukan kelalaian biasa. Itu pelanggaran hak hidup. DPRD SBD harusnya tahu lebih dulu sebelum rakyat berteriak,” ujarnya.
Ia juga mengkritik hilangnya kepekaan legislatif terhadap nasib para pegawai honorer yang bekerja dalam tekanan dan ketidakpastian.
“Kalau mereka yang duduk di kursi DPRD tak lagi mampu menyuarakan jeritan rakyat, maka sudah waktunya kita pertanyakan: mereka mewakili siapa?”
Imanuel berharap tragedi ini menjadi titik balik untuk refleksi dan perombakan menyeluruh dalam sistem birokrasi, serta perkuatan komitmen politik terhadap keadilan dan kesejahteraan para pegawai di lapisan bawah.
Penulis: Martin Jaha Bara