Tragedi Pernikahan Garut: Tiga Nyawa Melayang, Kelalaian Bisa Dijerat Pasal Pidana

0
Caption: MR. KiM, Pengamat Hukum Pidana

KARAWANG | ULASBERITA.CLICK | Tragedi memilukan mewarnai pesta pernikahan anak Gubernur Jawa Barat nonaktif, Dedi Mulyadi (KDM), yang digelar di Lapangan Otto Iskandar Dinata, Garut, pada Jumat (18/7/2025). Tiga korban jiwa, dua warga dan satu anggota polisi meninggal dunia dalam insiden desak-desakan warga yang memadati lokasi acara.

Acara yang awalnya dikemas sebagai pesta rakyat, lengkap dengan makan gratis untuk umum, justru berubah menjadi bencana. Ribuan warga tumpah ruah tanpa pengaturan yang memadai, hingga menyebabkan kekacauan di pintu masuk pendopo.

Pengamat hukum pidana, MR. Kim, menyoroti kemungkinan adanya unsur kelalaian dalam peristiwa ini. Ia mengacu pada Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi:

“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”

Selain itu, dalam KUHP baru (UU No. 1 Tahun 2023), ketentuan serupa tercantum dalam Pasal 474 ayat (3), yang mempertegas posisi hukum terhadap peristiwa akibat kelalaian yang menimbulkan korban jiwa.

Polda Jabar Dalami Peran Penyelenggara dan Ajakan Massa

Hingga saat ini, Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) masih melakukan penyelidikan intensif terkait tragedi tersebut. Fokus utama penyidikan adalah penentuan pihak yang paling bertanggung jawab atas insiden mematikan itu.

Salah satu yang menjadi sorotan adalah panitia penyelenggara yang ditunjuk oleh kedua mempelai. Apakah mereka akan dipanggil untuk dimintai keterangan? Publik juga menanti sikap Polda Jabar atas kemungkinan pemeriksaan terhadap KDM, yang sebelumnya gencar mengajak warga Garut datang berbondong-bondong melalui unggahan media sosial.

Ajakan tersebut dinilai sebagai pemantik utama membludaknya massa ke lokasi acara, tanpa mempertimbangkan daya tampung dan manajemen kerumunan yang aman.

Teguran Keras untuk Pemimpin Populis

Tragedi ini menjadi pukulan keras bagi Dedi Mulyadi, yang dikenal dengan gaya kepemimpinan populis dan penuh sensasi. Kebijakan-kebijakannya yang kerap menuai kontroversi kini dihadapkan pada ujian nyata: nyawa rakyat yang tak terselamatkan karena kelengahan dalam perencanaan dan pengawasan.

Sudah sepatutnya peristiwa ini menjadi refleksi mendalam, bahwa kebijakan yang melibatkan keramaian publik harus disertai mitigasi risiko dan pengamanan maksimal, bukan sekadar euforia sesaat.

Masyarakat kini menuntut kejelasan: siapa yang akan bertanggung jawab? Dan lebih penting lagi, bagaimana tragedi serupa tak kembali terulang di masa depan?

Penulis: Alim

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini