
KARAWANG | ULASBERITA.CLICK | Video klarifikasi Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi soal polemik rekrutmen tenaga kerja di PT FCC Indonesia kembali menyulut api kemarahan publik. Alih-alih menjadi penyejuk, video yang tayang di akun TikTok resminya pada Jumat (25/7/2025) justru dianggap sebagai upaya menutup luka tanpa mengobatinya.
Dalam tayangan berdurasi satu menit lebih itu, Dedi membeberkan hasil pertemuan tertutup antara dirinya, manajemen PT FCC, Dinas Tenaga Kerja, dan Kepala Desa Wadas. Ia menyebut polemik rekrutmen yang sempat viral hanya akibat “miskomunikasi”, bukan bentuk pelecehan struktural terhadap warga lokal.
“Yang kemarin tidak terekrut, mulai hari Senin akan dilatih matematika dasar. Guru disiapkan, honor dari saya. Ucapan HRD yang dilaporkan ke polisi, biar berproses secara hukum,” ujar Dedi.
Pernyataan itu kontan menuai respons keras dari masyarakat Karawang. Mereka menilai pertemuan tersebut hanya formalitas tanpa menyentuh akar masalah, yakni penghinaan terhadap identitas warga lokal oleh perusahaan asing yang beroperasi di tanah mereka sendiri.
“Kami Bukan Butuh Les Matematika, Kami Butuh Keadilan”
Aktivis ketenagakerjaan Karawang menilai pertemuan itu tidak mewakili suara masyarakat luas.
“Ini bukan sekadar soal Desa Wadas. Yang dihina, yang dilecehkan itu warga Karawang secara keseluruhan. Tidak bisa diredam hanya dengan pelatihan dan klarifikasi sepihak,” ujar MR. KiM salah satu aktivis ketenagakerjaan Karawang.
Menurutnya, luka sosial akibat pernyataan HRD PT FCC tidak bisa diselesaikan hanya dengan diplomasi satu arah. Publik menuntut keadilan, bukan belas kasihan.
“Kami tidak anti-industri, tapi jangan pernah abaikan harga diri masyarakat. Jangan hanya karena ingin ‘produksi tetap jalan’, lalu masalah disapu di bawah karpet.”
Industri Butuh SDM, Tapi SDM Juga Butuh Dihargai
Gubernur Dedi Mulyadi menyatakan bahwa proses rekrutmen ke depan akan dilakukan secara digital dan transparan. Namun, publik menilai janji semacam itu sudah terlalu sering diucapkan dan tidak menyentuh persoalan esensial: ketimpangan kekuasaan antara industri dan warga.
Kepala Desa Wadas, Junaedi, yang hadir dalam pertemuan tersebut, mengajak warga untuk tidak melakukan aksi lanjutan dan menyerahkan proses kepada pemerintah.
Namun di media sosial dan forum-forum warga, suara penolakan terus bergema. Banyak yang merasa tidak diajak bicara, tidak diajak duduk satu meja, dan tidak diberikan ruang untuk menyampaikan rasa kecewa mereka.
Tuntutan Hukum dan Penghormatan Sosial
Hingga kini, proses hukum terhadap HRD PT FCC masih berlangsung di Polres Karawang. Publik mendesak agar penegakan hukum tidak berhenti di tengah jalan dan dilakukan secara transparan, tanpa intervensi politik atau kekuasaan.
“Kami ingin industri menghormati kami, bukan hanya memakai tenaga kami. Jika satu pernyataan bisa melecehkan seluruh kabupaten, maka satu permintaan maaf saja tidak cukup,” tulis salah satu warganet di kolom komentar unggahan video klarifikasi tersebut.
Catatan Redaksi:
Karawang adalah lumbung industri nasional. Tapi Karawang juga punya harga diri. Jika relasi antara industri dan rakyat dibangun di atas ketimpangan, maka tidak heran jika suara-suara kecewa terus membuncah. Ini bukan soal pekerjaan semata, ini soal pengakuan akan keberadaan dan martabat manusia Karawang.
Penulis: Alim